Feeds:
Posts
Comments

Archive for April 30th, 2007

Wajibkan Kristenisasi

EDHIE SAPTO WEDA Pendeta Radikal Mantan Pembunuh Bayaran :

Oleh : Fakta 27 Apr, 07 – 5:30 pm

Waspadalah!! Gerakan pemurtadan semakin agresif, kasar dan membabi buta. Dua orang pendeta radikal berasal dari dua suku, bersatu dalam misi meng­kristenkan umat Islam. Mereka adalah Edhie Sapto, pendeta asal Sumenep Madura dan Yosua Adhie, pendeta asal Lamongan Jawa Timur yang mengaku mantan ustadz sebuah pesantren. Alih-alih mendapat mandat dari Yesus berupa amanat agung, mereka bertekad untuk mengkristenkan umat Islam sebanyak-banyaknya. Cara radikal ditempuh agar umat Islam dipertobatkan menjadi Kristen, sebagai hadiah kepada Yesus Kristus.

Cara kerja kedua pendeta itu cukup unik. Edhie Sapto yang lebih senior mendirikan sekaligus menjadi ketua Yayasan Kaki Dian Emas (YKDE), berlokasi di rumahnya, Kom­pleks Galaksi Jl Palem F-844 kelurahan Jaka Mulya, Bekasi Selatan. Sedangkan Yosua Adhie adalah pendeta yunior yang dimurtad­kan Edhie Sapto tahun 2003.

Dalam tempo dua tahun, matanglah kekristenan Yosua. Maka mereka mendirikan Sekolah Alkitab Terampil dan Terpadu (SATT) dan menerbitkan majalah Midrash Talmiddim. Pendeta Edhie Sapto menjadi penasihat, sedangkan Pendeta Yosua menjabat sebagai Kepala Sekolah SATT dan Ketua Redaksi Midrash Talmiddim. Sedangkan penanggung jawabnya adalah Pendeta Juanda Senen.

Secara terang-terangan, Edhie dan Yosua mewajibkan para mahasiswa SATT untuk memurtadkan umat Islam minimal 5 orang dari daerah Madura, Cilacap, Lampung, Madura dan Riau. Jika tidak berhasil, mereka tidak memenuhi syarat kelulusan. Program ini diumumkan secara terbuka di majalah:

Midrash Talmiddim
“Program SATT: Pengutusan siswa/siswi SATT dalam rangka mencari jiwa minimal lima jiwa dari saudara sepupu sebagai salah satu syarat kelulusan yang ada di Manado, Cilacap, Madura, Lampung dan Riau” (Midrash Talmiddim edisi 4/2006, hal. 44).

Hasil misi pemurtadan ini dipublikasikan di majalah Midrash Talmiddim. Yang paling menonjol dalam majalah ini adalah publikasi foto-foto full colour seputar aksi pemurtadan oreng Madure. Foto Edhie Sapto yang sedang duduk beralas tikar bersama masyarakat Madura dengan ciri khas sarung dan peci putih­nya, diberi keterangan, “Bersama kiyai di Sampang Madura, di mana para ustadz serius mendengarkan Firman Tuhan” (edisi kedua/2005, hal. 20).

Dari sekian banyak gambar, foto yang paling heboh ditampilkan di sampul depan majalah edisi 4/2006. Tampak para lelaki paruh baya yang memakai baju shalat, bersarung dan berpeci hitam, dipegang kepalanya untuk didoakan secara Kristen oleh Edhie Sapto. Para bapak ini nampak khusyuk mengikuti ritual sang pendeta. (hal. 39).

Nampak pula wanita Madura berkerudung dan beberapa pria paruh baya lengkap dengan busana shalat khas penampilan Madura. Dengan khidmat mereka duduk bersila, pandangannya tertunduk ke bawah. Sementara Pendeta Edhie Sapto berdoa dalam nama Yesus seraya mengangkat tangannya di hadapan orang-orang Madura yang sedang didoakannya. Telapak tangannya terbuka diarahkan ke kepala orang-orang Madura, seolah-olah sedang memancarkan energi tertentu. Setelah didoakan, nampak seorang bapak tak sadarkan diri seperti orang kesu­rupan suatu roh. Foto-foto ini diberi keterangan “Para Ustadz minta didoakan dan mereka dijamah oleh Roh Kudus.

Dalam kesaksiannya di majalah tersebut, Yosua memamerkan prestasi pemurtadan yang dilakukannya. Dalam satu tahun ia berhasil memurtadkan lebih dari 50 orang.

Yosua Adhie menekankan pentingnya bahasa Arab dalam proses pengkristenan umat Islam. Ia menulis: “Dan puji Tuhan, dalam tahun 2004, lebih dari 50 jiwa yang bisa saya hadiahkan untuk tuhan Yesus… Untuk mempermudah dalam penginjilan, saya menggunakan Bahasa Arab untuk memberitakan Firman Tuhan. Selain itu, saya juga mulai menciptakan beberapa lagu yang berbahasa Arab untuk sarana penginjilan.” (Midrash Talmiddim edisi 3/2006, hal. 15).

Lagu yang dimaksud Yosua adalah qasidah berirama padang pasir yang biasa digemari umat Islam. Syairnya berisi tentang ajaran dan doktrin ketuhanan Yesus dalam bahasa Arab.Beberapa judul lagu Qasidah gubahan Yosua adalah: Isa Almasih Qudro­tulloh, Allahu Akbar, Laukanallohu Aba’akum, Isa Kalimatullah, Ahlan Wasahlan Bismi­robbina, Nahmaduka Ya Allah, dll.

Kajian perbandingan agama yang dituangkan di Midrash Talmiddim, sarat pelecehan terhadap Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, misal­nya: menyatakan Allah dalam Al-Quran itu tidak memberi ampunan (tidak Maha Pengampun) dan membiarkan orang yang sesat dalam kesesatan (tidak memberikan petunjuk); memfitnah Nabi Muhammad dengan tuduhan pernah jadi orang kafir karena pernah beribadah dengan cara semedi di goa; Muhammad adalah seorang pemarah yang membuat ayat Al-Qur‘an untuk melampiaskan kemarahan kepada orang Yahudi; Nabi Muhammad tidak memiliki mukjizat; dll.

Aksi kedua pendeta radikal itu sungguh berbahaya bagi kerukunan umat beragama. Setiap saat umat Islam beribadah dan berdoa kepada Allah SWT. Setiap waktu kaum muslimin mengamalkan sunnah Nabi Muhammad SAW. Lantas, jika Allah dan Nabi Muhammad dihina secara terbuka, tentunya ini bisa memicu kerusuhan umat beragama. Di­tambah dengan menjadikan orang Madura sebagai target Kristenisasi, sungguh sangat berbahaya bagi stabilitas keamanan. Karena orang Madura punya slogan “Mateh odik paggun Islam” (mati dan hidup tetap Islam). Jika kehormatan agama mereka dilecehkan, maka jawaban mereka adalah carok. (lihat: Pengkristenan Madura Pancing Amarah).

KH Kholil Ridwan, salah satu ketua MUI Pusat tidak kaget terhadap ulah Pendeta Edhie Sapto dan Pendeta Yosua. Menurutnya, ulah kedua pendeta ini hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh Pendeta Suradi beberapa tahun silam. Pendeta Suradi dan orang-orang sepertinya sudah difatwa mati oleh para ulama karena melecehkan Allah dan Nabi Muham­mad.

Abu Deedat mengaminkan hal ini. Maka ketua umum FAKTA ini mengimbau agar Komite Penganggulangan Bahaya Pemurtadan MUI Pusat melaporkan kasus ini secara hukum ke pihak yang berwenang.

Dalam kacamata Kristen, tindakan kedua pendeta radikal itu sangat tidak terpuji.

Romo Benny Susetyo, Sekretaris Komisi Agama dan Kepercayaan KWI mengecam aksi kedua pendeta tersebut. Dalam pandangan KWI, pemurtadan adalah tindakan yang dilarang karena bertentangan dengan amanat agung.

“Sebaiknya dilaporkan saja kepada aparat kepo­lisian, karena itu kasus penodaan agama. Apalagi mengganggu, bahkan menjelekkan agama orang lain, itu ada sanksi hukumnya,” tegasnya.

Semua pihak keberatan dengan ulah Pendeta Edhie Sapto dan Pendeta Yosua. Mereka sepakat agar polisi menangani kasus penodaan agama ini. Aksi kedua pendeta radikal itu semakin merajalela dan memakan banyak korban pemurtadan. Sebelum polisi bergerak, Ustadz Arsyad Sulthon berangkat dari pulau garam untuk mengadili kedua pendeta itu. Ia merasa perlu berbuat demi­kian karena salah seorang murid­nya dimurtadkan. Ketika menjalankan misi pemurtadan di Bandung, Pendeta Yosua dibunuhnya. Kini Arsyad mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan polisi (Pikiran Rakyat 5/12/2006; Tribun Jabar 12/12/2006).

Di mata hukum positif, tindakan Arsyad adalah perbuatan anarkhis yang tidak bisa dibenarkan. Tapi dalam kacamata Islam, tindakan Arsyad ini tidak bisa disalahkan. KH Sulaiman Zachawerus menyebutkan bahwa dalam pandangan Islam, pelaku penghinaan terhadap Islam, Allah dan Nabi-Nya hukumnya dibunuh. Akan tetapi, jika umat Islam merasa terhina kemudian melakukan pembunuhan, jelas melanggar hukum positif. Masalahnya, kalau rasa keberagamaan sudah tersinggung, kadang-kadang orang membuat keputusan tanpa memandang hukum lagi.

Bagi kami yang namanya malu itu harus dibayar tunai. Kalau gara-gara itu terjadi kekerasan oleh umat Islam terhadap mereka, ya tidak boleh disalahkan. Tapi kita tidak gegabah. Kita akan menempuh jalur hukum supaya orang-orang yang sengaja menebar fitnah dan penghinaan terhadap Islam ini ditangani oleh hukum. Kalau hukum juga berlagak nggak tahu, ya.. apa boleh buat?” tegasnya. mai, mag, hbj (majalah Tabligh)

EDHIE SAPTO WEDA Pendeta Radikal Mantan Pembunuh Bayaran
Tak heran jika setiap gerakan peng-injilan Pendeta Edhie Sapto selalu memicu kerusuhan. Maklum, putra Madura betubuh kurus ini berasal dari latar belakang dunia hitam. Sebelum menjadi pendeta, Edhie adalah seorang pengusaha ganja dan pembunuh bayaran yang sudah pernah masuk penjara sudah tujuh kali dalam kasus pembunuhan dan peng­aniayaan. (jawaban.com).

Tahun 2002 Edhie Sapto menyekap puluhan orang untuk dikristenkan di kompleks yayasannya yang di dalamnya terdapat Sekolah Tinggi Teologi (STT) dan gereja. Orang-orang dari luar yang direkrut dari berbagai daerah itu semula dijanjikan sekolah gratis dan pekerjaan di Jakarta. Di antara mereka adalah para guru ngaji di kampungnya. Setiba di Bekasi, mereka dijebloskan ke tempat penampungan yang tidak lain adalah lokasi rumah dan yayasan milik Edhie Sapto. Ternyata sekolah yang dimaksud adalah STT dan pekerjaan yang dimaksud adalah menjaga peternakan babi.

Di markas pemurtadan itu, Edhie mewajibkan warga pendatang untuk mengikuti kebaktian setiap hari di gereja. Jika menolak, maka sebagai hukuman­nya mereka tidak diberi makan.

Heryanto, salah seorang korban yang berasal dari Manado mengalami berbagai siksaan akibat menolak masuk Kristen. Ia sempat disiksa, ditelanjangi dan dikunci dalam kamar tanpa diberi makan dan minum beberapa hari. Karena tetap bertahan dalam Islam, Edhie mengancam Heryanto dengan menyatakan bahwa dulu dia adalah preman dan pembunuh.

Suatu hari, dengan susah payah Heryanto berhasil meloloskan diri dari cengkeraman Edhie Sapto. Ia lapor ke masjid terdekat, bertemu dengan Ustadz Masri. Dengan sigap Masri melaporkan kepada Hamdi Elgumanti, koordinator Divisi Khusus Front Bersama Umat Islam (FBUI). Hamdi segera berkoordinasi dengan MUI, FAKTA dan Brigade Ababil serta aparat keamanan.

Tak lama kemudian, markas pemurtadan Edhie Sapto digerebeg oleh FBUI bekerja sama dengan FAKTA, Brigade Ababil, MUI dan warga setempat. Aparat kepolisian dan kelurahan tak ketinggalan ikut mengamankan pendeta ini. Setelah ketangkap basah, maka Edhie menyerahkan penghuni gelap di yayasannya kepada Panglima Brigade Ababil, KH Sulaiman Zachawerus (3/5/2002).

Penyerahan korban penyekapan ini disaksikan oleh Kapolsek Bekasi Selatan Iptu Arief, Kepala Kelurahan Jaka Mulya HA Subawaihi, Ketua Divisi Khusus Front Bersama Umat Islam Hamdi, dan Ketua Umum FAKTA KH Ramly Nawai (alm.). Edhie berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Lima tahun berlalu, kini Pendeta Edhie Sapto belum kapok juga. Bersama Pendeta Yosua, ia melancarkan aksi yang lebih nekad lagi, dengan mewajibkan mahasiswanya untuk mengkristenkan umat Islam masing-masing minimal lima orang. Ia juga menargetkan aksinya untuk suku tertentu, antara lain suku Madura. Padahal sebagai orang Madura, Edhie tahu bahwa orang Madura itu adalah orang Islam yang keras dan fanatik. Meng­kristenkan mereka berarti pelecehan kehormatan. Orang Madura berprinsip, bila kehormatan sudah diinjak-injak, maka harus dibayar dengan nyawa. ‘tambana todus mate,’ demikian ungkapan Madura yang berarti obatnya malu adalah kematian.

Modus yang ditempuh Edhie, dengan mendirikan pengajaran bahasa Arab yang diklaim sebagai “pengajaran metode pesantren.” Dengan lantangnya metode ini diiklankan di majalah: “Anda menginginkan putra-putri anda mahir berbahasa Arab? Datang saja ke tempat kami: Pusat Pelatihan Bahasa Arab dengan Metode Pesantren. GRATISS…!!! Dengan master instruktur: Pendeta Edhie Sapto dan Yosua Adhie, Husniah dan Fitriana Agatha” (edisi 3 hal. 21; edisi 4 hal. 44).

Sayangnya, Edhie enggan memberikan keterangan yang jujur ketika dikonfirmasi seputar SATT yang bernaung di bawah yayasannya. Keterangan yang diberikan kepada Tabligh via telepon, berbelit-belit dan sedikit mencla-mencle. Pada mulanya ia mengaku dirinya sebagai ketua SATT. Tapi ketika ditanyakan tentang kewajiban meng­kristenkan umat Islam minimal 5 orang yang diterapkan kepada mahasiswanya, Edhie terdiam sejenak lalu menjawab bahwa itu mesti ditanyakan langsung kepada Yosua Adhie selaku kepala sekolah. Ini adalah jawaban aneh. Seharusnya Edhie mengerti maksud kalimat iklan SATT tersebut, karena di ujung iklan itu nama dan nomor HP Edhie dicantumkan dengan jelas. Tabligh pun mengalami kesulitan untuk crosscheck kepada Pendeta Yosua Adhie. Karena ia sudah dimartil kepalanya “baca: dibunuh” oleh Ustadz Arsyad dari Madura.

Ketika ditanya tentang target penginjilan di Madura, Edhie mengelak bahwa dirinya bersama timnya tidak pernah menargetkan suku Madura. Dialog yang dilakukan di Madura pun dilakukan secara pribadi, bukan dengan pesantren atau tokoh masyarakat.

Jawaban ini adalah jelas dusta yang sangat menggelikan, karena di majalah yang diterbit­kan, kata “Madura” jelas-jelas dicantumkan sebagai salah satu suku yang diwajibkan kepada mahasiswa SATT untuk dikristenkan minimal 5 orang. (edisi 4 hlm. 44). Dusta yang kedua, di majalah yang sama dipampang foto Edhie dan anak buahnya ketika menginjili orang Madura. Foto tersebut diberi keterangan “Pendeta DR Edhie Sapto Wedha dan team berdialog dengan para ustadz di Pondok Pesantren Madura” (edisi 4 hal. 11).

 

Bahkan di majalah yang sama, pada halaman berikutnya Edhie memproklamirkan tekadnya untuk menyiarkan Kristen ke Madura: “Bagaimanapun sikap keras atau ganasnya mereka (suku Madura, pen.), kabar baik tentang Kristus tetap harus diberitakan. Jangan malah kita menghindar dan membenci mereka.” (edisi 4 hal. 13).

Saat menyambangi komplek yayasan dan rumah Edhie di Jaka Mulya, lagi-lagi Tabligh menemui jalan buntu. Karena kawasan yang dikelilingi oleh pagar tinggi itu dijaga ketat oleh para satpam. Seolah sedang menutup-nutupi sesuatu dalam komplek tersebut, para satpam yang kurang bersahabat itu melarang wartawan Tabligh untuk wawancara, memasuki komplek maupun sekedar mengambil gambar lokasi dengan kamera foto.

Dari pintu yang terbuka, wartawan Tabligh sempat melihat ada beberapa orang yang sedang meringis kesakitan. Saat ditanya kenapa orang tersebut, salah seorang satpam menjawab dengan malu-malu, “Itu orang yang sedang dihukum karena melakukan dosa.”

Entah, dosa apa yang telah diperbuat oleh orang tersebut. Apakah sama seperti yang dialami oleh Heryanto lima tahun yang lalu? Wallahu a’lam. mai, mag, hbj (majalah Tabligh)  -swaramuslim.com-

 

Read Full Post »

Perlukah

Bersyahadat Lagi?

Senin, 30 Apr 07 10:57 WIB

Assalamu ‘alaikum. Wr. Wb.

Mudah-mudahan Ustadz ahmad selalu dilimpahi rahmat oleh Allah SWT.. Langsung saja ya Pak Ustadz, beberapa hari belakangan saya sedang “didekati” oleh seorang rekan dekat saya, di mana dia mengajak saya untuk bergabung dengan sebuah komunitas Islam.

Dia tidak menyebutkan siapa sebenarnya komunitas itu, akan tetapi salah satu tahap yang harus dilalui untuk tergabung dengan komunitas itu adalah harus bersyahadat. Hal ini pula yang membuat saya merasa janggal.

Saya ingin bertanya, apakah melakukan syahadat ulang untuk masuk ke dalam suatu komunitas itu dibenarkan? Jika tidak, apakah ada dalil untuk meng-counter ajakan rekan saya itu?

Jazakumullah khairan katsira

Wassalamu ‘alaikumWr. Wb.

A.d.

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Syahadat tidak perlu kita ulang, sebab paling tidak kitasudah kita lakukan tiap hari dalam sehari semalam. Paling tidak 9 kali kita melakukan tasyahhud dalam shalat, yaitu 2 kali dalam shalat Dzhuhur, 2 kali dalam shalat Ashar, 2 kali dalam shalat Maghrib, 2 kali dalam shalat Isya’ dan 1 kali dalam shalat shubuh.

Jadi syahadat yang mana lagi yang harus diucapkan?

Syahadat itudiucapkan oleh orang kafir yang masuk Islam, sebagai tanda bahwa dirinya masuk Islam. Sedangkan orang yang sejak lahir sudah muslim, baginya syahadat bukan lagi tanda masuk Islam. Melainkan untuk menguatkan keimanan, atau memperbaharuinya.

Yang perlu dikritisi dari jamaah yang anda ceritakan itu adalah pemahaman mereka tentang konsep keIslaman. Apakah dia perpikiran bahwa siapa pun orang yang tidak ikut ke dalam jamaahnya dianggap bukan orang Islam? Sehingga harus membaca syahadat lagi?

Apakah dia beranggapan bahwa kalau tidak ikut dalam jamaahnya, orang-orang lain dianggap sesat dan tidak punya status keIslaman?

Kalau memang begini cara berpikirnya, maka ketahuilah bahwa jamaah itu punya cara pemikiran takfir yang sesat. Sebab dia beranggapan bahwa semua orang yang tidak ikut jamaahnya bukan Islam.

Bukankah setiap bayi lahir itu dalam keadaan Islam? Bagaimana mungkin kita menjatuhkan vonis kafir kepada semua orang Islam, sehingga setiap ada yang mau masuk ke dalam suatu jamaah, kita wajibkan mengulang syahadat lagi?

Sejak kapan orang itu dan jamaahnya punya hak untuk memvonis orang lain masuk Islam atau tidak? Siapakah yang memberikan hak itu kepada mereka? Sebagai apakah hak itu diberikan?

Semua pertanyaan itu harus dijawab dengan landasan syariah yang kuat. Bukan sekedar memberikan klaim belaka.

Jadi silahkan anda meminta penjelasan dengan detail atas semua pertanyaan itu, sebab anda toh tidak ingin membeli kucing dalam karung, kan?

Wallahu a’lam bishshawab, wassaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Read Full Post »

Orang Tua Lebih Suka Anaknya Pacaran

Ketimbang Menikah?

Senin, 30 Apr 07 08:53 WIB

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dewasa ini saya sungguh prihatin bila melihat ada seorang anak yang ingin menikah, bahkan pasangan pun sudah bersedia, namun orang tua cenderung memilih untuk memberikan waktu untuk ta’aruf lebih lama (pacaran dulu)?

Terus terang banyak sekali saya temui teman-teman yang siap menikah namun orang tuanya menolak, dengan berbagai alasan, sehingga teman saya itu pacaran dengan sembunyi-sembunyi. Kebanyakan dari para orang tua tidak tahu bahwa Allah SWT pasti memudahkan rejeki di antara keduanya jika hubungan mereka diresmikan.

Mohon penjelasan, Jazakallahu Khairan Katsira-

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Dimz

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya niat para orang tua itu baik, yaitu penjajakan pra pernikahan. Jangan sampai pasangan itu terburu-buru menikah, padahal sebenarnya tidak terjadi kecocokan antara keduanya.

Bahkan nabi Muhammad SAW sendiri pun juga menganjurkan adanya penjajakan atau ta’aruf terlebih dahulu sebelum menikah, sebagaimana yang bisa kita baca dalam banyak riwayat.

Dari Abu Hurairah ra berkata `Saya pernah di tempat kediaman Nabi, kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki datang memberitahu, bahwa dia akan kawin dengan seorang perempuan dari Anshar, maka Nabi bertanya: Sudahkah kau lihat dia? Ia mengatakan: Belum! Kemudian Nabi mengatakan: Pergilah dan lihatlah dia, karena dalam mata orang-orang Anshar itu ada sesuatu.` (Riwayat Muslim)

Di lain waktu, juga ada shahabat yang diperintahkan oleh nabi SAW untuk melihat terlebih dahulu calon isterinya.

Dari Mughirah bin Syu`bah bahwa dia pernah meminang seorang perempuan. Kemudian Nabi s.a.w. mengatakan kepadanya:`Lihatlah dia! Karena melihat itu lebih dapat menjamin untuk mengekalkan kamu berdua.` Kemudian Mughirah pergi kepada dua orang tua perempuan tersebut, dan memberitahukan apa yang diomongkan di atas, tetapi tampaknya kedua orang tuanya itu tidak suka. Si perempuan tersebut mendengar dari dalam biliknya, kemudian ia mengatakan: Kalau Rasulullah menyuruh kamu supaya melihat aku, maka lihatlah. Kata Mughirah: Saya lantas melihatnya dan kemudian mengawininya. (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Tarmizi dan ad-Darimi).

RasulullahSAW juga bersabda:

`Apabila salah seorang di antara kamu hendak meminang seorang perempuan, kemudian dia dapat melihat sebahagian apa yang kiranya dapat menarik untuk mengawininya, maka kerjakanlah.` (Riwayat Abu Daud)

Maka proses saling kenal dan saling ‘melihat’ terlebih dahulu merupakan bagian dari ajaran Islam. Tinggal yang jadi masalah adalah bagaimana teknis yang dibenarkan untuk bisa saling melihat? Bagaimanamendekatan yang sesuai agama tentang saling menjajaki? Bagaimana sikap dan sopan santun syariah terntang saling berpacaran?

Rupanya pada titik inilah kita mengalami kelemahan. Termasuk para orang tua. Melepas sepasang calon pengantin untuk berbicara berduaan saja, baik di rumah atau di luar rumah tentu bukan cara yang dibenarkan agama.

Sebab khalwat itu tetap haram, apapun alasannya. Dan Islam telah menetapkan keharamannya sejak 14 abad yang lalu. Sampai kiamat datang pun akan tetap haram. Tidak bisa kita beralasan bahwa zaman sudah berubah, lalu hukum yang telah ada diubah seenaknya. Tidak lantas karena pola kehidupan sudah mengalami kemajuan maka kita semaunya mengotak-atik agama ini.

Pacaran Islami

Maka yang kita perlukan sekarang ini adalah cara bagaimana ‘pacaran Islami’. Sesungguhnya dalam syariah Islam, seorang laki-laki itu dibolehkan pergi bersama wanita calon isterinya, dengan syarat disertai oleh ayah atau salah seorang mahramnya.

Dbiolehkan mengajaknya ke tempat yang boleh dikunjungi untuk mengetahui, dengan tujuan untuk mengetahuikecerdikannya, perasaannya dan kepribadiannya. Semua ini termasuk kata sebagian yang disebut dalam hadis Nabi di atas yang mengatakan: `... kemudian dia dapat melihat sebagian apa yang kiranya dapat menarik dia untuk mengawininya.`

Dibolehkan juga si laki-laki melihat perempuan dengan sepengetahuan keluarganya; atau sama sekali tidak sepengetahuan dia atau keluarganya, selama melihatnya itu bertujuan untuk meminang. Seperti apa yang dikatakan Jabir bin Abdullah tentang isterinya: `Saya bersembunyi di balik pohon untuk melihat dia.`

Bahkan dari hadis Mughirah di atas kita tahu, bahwa seorang ayah tidak boleh menghalang-halangi anak gadisnya untuk dilihat oleh orang yang berminat hendak meminang dengan dalih tradisi. Sebab yang harus diikuti ialah tradisi agama, bukan agama harus mengikuti tradisi manusia.

Namun di balik itu, seorang ayah dan laki-laki yang hendak meminang maupun perempuan yang hendak dipinang, tidak diperkenankan memperluas mahramnya, seperti yang biasa dilakukan oleh penggemar-penggemar kebudayaan Barat dan tradisi-tradisi Barat. Ekstrimis kanan maupun kiri adalah suatu hal yang amat ditentang oleh jiwa Islam.

Jangan Terburu-buru Menikah

Anjuran orang tua tentang jangan terburu-buru menikah memang ada benarnya. Selain masalah kecocokan, juga masalah persiapan tentang bentuk rumah tangga yang akan dijalani.

Tentu saja salah satu faktor terpenting adalah masalah kemandirian dari sisi finansial. Seorang anak yang masih mahasiswa tingkat satu, tentu jauh dari mandiri, kalau selama ini tidak dididik untuk mandiri.

Yang dimaksud dengan mandiri bukan berarti harus punya rumah pribadi, kendaraan pribadi atau bisa membiayai pesta pernikahan sendiiri. Mandiri adalah mampu menghidupi diri sendiri dan isteri. Tentu saja keduanya harus siap untuk hidup seadanya dan pas-pasan, paling tidak untuk sementara waktu.

Karena mungkin penghasilannya belum bisa mengkover semua kebutuhan hidup yang selama ini ditanggung oleh kedua orang tuanya.

Jadi kalau sudah sedikit mulai punya penghasilan, boleh lah diuji coba untuk mandiri. Bolehlah sedikit diberi kebebasan untuk mulai berumah tangga.

Tetapi kalau sama sekali tidak punya penghasilan, sementara terbiasa hidup enak dengan biaya orang tua, lalu tiba-tiba minta kawin, wajar saja bila orang tua merasa anaknya belum siap.

Maka sebaiknya semua dibuat dengan penuh perhitungan, terburu-buru menikah bukan cara yang benar. Tetapi berlambat-lambat pun penuh resiko. Jadi seimbang dan tawazun agaknya menjadi alternatif yang terbaik.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Read Full Post »

Petting

Termasuk Zina?

Senin, 30 Apr 07 07:18 WIB

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Saya ingin mengajukan pertanyaan tentang masalah yang saya hadapi sebagai berikut.:

Secara hukum formal Indonesia, saya adalah duda, tapi saya telah menikah sirri (dinikahkan oleh Ulama, tidak di KUA)dengan seorang gadis. Saat ini saya sedang berada diluar negeri menjalani tugas dari tempat saya bekerja, sedang isteri sirri saya di Indonesia.

Insya Allah sepulang dari luar negeri, saya akan menikahi isteri sirri saya secara resmi (nikah KUA). Namun, ketika di luar negeri, saya terjerumus dalam perbuatan dosa. Saya pernah melakukan cumbuan (petting) dengan seorang wanita rekan kerja yang sudah bersuami.

Sewaktu melakukan petting, saya dan wanita tersebut, memakai pakaian, jadi -maaf- alat kelamin saya dan dia tidak bertemu secara langsung (saya tidak sampai memasukkan -maaf- alat kelamin saya ke dalam -maaf- alamat kelaminnya), namun demikian, saya mengalami -maaf- ejakulasi dalam celana jins saya.

Setelah melakukan perbuatan itu, saya merasa menyesal. Saya mengakui kepada Allah sambil menangis bahwa saya bersalah dan berdosa. Saya melakukan sholat taubat kepada Allah, memohon ampun dan rahmat Allah atas dosa saya tersebut. Saya berjanji bahwa saya tidak akan mengulangi lagi perbuatan itu dan saya berusaha menjauhi wanita tersebut dan menjadikan hubungan saya dengannya hanya sebatas hubungan rekan kerja.

Yang menjadi pertanyaan saya:

  1. Apakah perbuatan saya tersebut (petting) sudah termasuk dalam definisi zina menurut syariah?
  2. Apabila wanita itu hamil, apakah petting tersebut menjadi zina? (saya pernah membaca bahwa petting dapat menyebabkan kehamilan, meskipun tidak ada -maaf- penetrasi dari alat lelamin pria ke dalam alat kelamin wanita)
  3. Karena Indonesia tidak menerapkan hukum pidana syariah Islam, apakahyangdapat saya lakukan untuk bertaubat dan menebus dosa saya?
  4. Apakah saya harus mengaku terus terang kepada suami wanita tersebut dan juga isteri sirri saya akan perbuatan saya tersebut sebagai bagian dari taubat saya?

Demikian pertanyaan saya, mohon jawaban.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.

BI

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

1. Benar sekali bahwa petting yang anda lakukan itu sudah termasuk kategori zina atau mendekati zina. Dan sekedar mendekati zina sudah diharamkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran.

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’: 32)

Jangankan petting, memandang bagian tubuh selain wajah dan tapak tangan pun sudah termasuk kategori melihat hal yang haram, dan itu bagian dari zina.

Bahkan telinga, tangan, hati dan semua anggota badan, punya cara sendiri-sendiri untuk berzina. Bukan hanya kemaluan saja. Dan semua itu mengakibatkan dosa besar di sisi Allah.

Dan kalau sampai terjadi penetrasi, maka hukumannya di dunia ini adalah rajam, yaitu dilempari dengan batu hingga mati. Namun bila pelaku zina ini belum pernah menikah secara syar’i, hukumannya adalah cambuk 100 kali dan diasingkan 1 tahun.

2. Apabila wanita itu hamil, maka secara urusan nasab yang syar’i memang bukan anak anda. Sebab wanita itu bukan isteri anda, sehingga anak yang lahir dari rahimnya meski dari air mani anda, bukanlah anak anda secara nasab sayar’i.

Yang kedua karena memang tidak terjadi penetrasi (masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan), sehingga juga tidak terjadi pertautan nasab antaran anda dengan anak itu.

Di dalam kitab Kasysyaf Al-Qanna’ jilid 3 halaman 258-259 disebutkan, “Dan apabila air mani itu air mani haram, seperti bukan milik suami yang sah, makatidak ada hubungan nasab.”

3. Karena di Indonesia tidak dilaksanakan hukum pidana syariah, maka tidak mungkin dijalankan hukum cambuk atau rajam. Namun anda sendiri bukanlah orang yang wajib dicambuk atau dirajam, karena zina yang anda lakukan belum termasuk kategori zina yang mewajibkan cambuk dan rajam.

Batasannya adalah masuknya ember ke dalam sumur, yaitu masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita yang haram (bukan isteri) meski tidak sampai keluar mani.

Maka jalan yang mutlak harus anda lakukan adalah bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya. Bukan taubat yang asal-asalan dan punya kemungkinan kembali lagi. Mintalah ampuna kepada Allah SWT dengan sebenar-benar permintaan. Tamballah semua kesalahan anda dengan memperbanyak amal kebajikan, rajin shalat, puasa, zakat dan semua ibadah lainnya. Jangan lupa untuk bermurah hati kepada fakir miskin dan anak yatim.

4. Anda tidak diwajibkan untuk melakukan pengakuan dosa di depan orang-orang, termasuk kepada suami wanita tersebut. Sebaiknya anda tutupi dengan rapat dan lupakan untuk selamanya. Semoga dengan rapatnya rahasia itu, Allah juga akan menutup semua dosa anda.

Sebab di masa nabi ada seorang yang melakukan sebuah dosa di malam hari, lalu Allah tutup dosanya, namun di pagi harinya, dia sendiri yang membuka kembali dosanya dengan jalan bercerita kepada orang lain bahwa tadi malam dirinya telah melakukan dosa. Maka dosanya yang hampir diampuni kemudian menjadi besar lagi.

Islam mengharuskan seorang yang melakukan kesalahan untuk minta ampun, tetapi melarang untuk membuat pengakuan dosa kepada orang lain. Sebab Islam tidak mengenal ritual pengakuan dosa. Kecuali bila dibutuhkan oleh hakim yang menyidang kasus ini.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Read Full Post »