Musuh Bebuyutan
Nyaris saja manusia melupakan musuh utamanya yang masih hidup sejak manusia pertama ada. Musuh yang berhasil menaklukkan dua insan tangguh, Adam dan Hawa, hingga terjatuh dalam bujuk rayunya. Dialah Iblis laknatullah ‘alaih, yang hingga kini tak memiliki kesibukan selain menggoda dan menyesatkan manusia. Langkah pertama untuk membentengi diri dari godaannya adalah mengenali identitas dan taktiknya.
Dari Golongan Malaikat atau Jin?
Orang-orang berbeda pendapat tentang asal muasal Iblis, apakah dari golongan malaikat, jin, ataukah jenis makhluk tersendiri? Pendapat pertama dan kedua mengambil dasar dari ayat yang sama, yakni firman Allah Ta’ala:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya.” (QS. Jin: 50)
Pendapat yang menyebutkan bahwa jin berasal dari malaikat berdalil dengan firman-Nya, “maka sujudlah mereka kecuali iblis.” Seperti dimaklumi, jika dikatakan ‘seluruh siswa hadir kecuali Amir’, bahasa yang lazim digunakan menunjukkan bahwa Amir juga seorang siswa. Begitu pula ayat di atas, jika dikatakan ‘semua malaikat bersujud kepada Adam kecuali Iblis’, maka Iblis juga termasuk golongan malaikat.
Adapun pendapat yang menyebutkan bahwa Iblis termasuk golongan jin, berdalil dengan firman-Nya, “Dia adalah dari golongan jin.”
Pendapat kedua ini –wallahu a’lam- lebih rajih, karena indikasinya lebih sharih (gamblang) daripada yang pertama. Sedangkan ayat yang ‘zhanniyatud dilalah’ (makna yang ditunjukkan memungkikan beberapa penafsiran) semestinya dibawa kepada yang qath’iyyatud dilaalah (yang lebih pasti makna yang ditunjukkannya).
Lagi pula, pengecualian Iblis dari malaikat yang bersujud belum tentu menunjukkan bahwa dia termasuk golongan malaikat. Dalam bahasa Arab dikenal dengan ‘istitsna’ munqathi’, pengecualian yang terpisah. Beberapa ayat al-Qur’an menggunakan metode semacam ini. Seperti firman Allah,
“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain hamim (air yang mendidih pada puncaknya) dan nanah.” (QS. an-Naba’: 24-25 )
Padahal telah dimaklumi bahwa ‘hamim’ maupun nanah tak lazim disebut sebagai minuman. Inilah istitsna’ munqathi’.
Hasan al-Bashri menguatkan pendapat kedua ini dan berkata, “Iblis itu sama sekali bukan termasuk golongan malaikat.”
Nama Person atau Jenis?
Setelah dipahami bahwa Iblis termasuk golongan jin, maka dapat dimengerti bahwa Iblis itu nama person, bukan nama jenis. Dialah satu-satunya jin yang ditunda kematiannya sampai hari kiamat. Seperti firman Allah:
“Iblis menjawab, ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh’.” (QS. al-A’raaf: 14-15)
Kata ‘kamu’ (berbentuk mufrad atau kata tunggal) menunjukkan hanya satu person. Dan nash yang ada –sejauh yang kami ketahui- hanya disebut dalam bentuk kata tunggal, yakni ‘ibliis’, tidak ada yang disebut dalam bentuk jamak (abaalis). Ini menunjukkan bahwa jumlah Iblis hanya satu.
Beberapa dalil juga menunjukkan setan maupun jin selain Iblis bisa mati sebelum Kiamat.
Ketika Khalid bin Walid diutus Nabi menghancurkan berhala Uzza yang berujud pohon, tiba-tiba dari bawah pohon muncul setan wanita Uzza, lalu dibunuh oleh Khalid. Seorang Anshar juga pernah bergulat dengan ular besar yang akhirnya dikatakan Nabi bahwa itu jin.
Abu Sa’id menyebutkan bahwa keduanya mati, “walaa yudra ayyuhuma awwalu maata,” tidak diketahui manakah yang lebih dahulu mati di antara keduanya.
Siapa Istrinya?
Allah telah mengabarkan bahwa Iblis memiliki keturunan dalam firman-Nya,
“Patutkah kamu mengambil dia (Iblis) dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?” (QS. al-Kahfi: 50)
Ya, dia beranak pinak, tapi siapa istri Iblis tidak disebutkan dalam nash. Kalau saja ada faedahnya secara syar’i, tentu Allah akan memberitakan tentangnya, baik dalam al-Quran maupun melalui lisan Rasul-Nya. Ketika asy-Sya’bi ditanya tentang nama istri Iblis, dengan santai beliau menjawab, “Itulah pernikahan yang tidak saya hadiri resepsinya.”
Cukuplah kita imani bahwa Iblis itu memiliki anak keturunan sebagaimana ditunjukkan ayat di atas.
Di Mana Posisinya?
Telah disebutkan dalam hadits, Iblis membangun istananya di atas air. Nabi saw. bersabda:
“Sesungguhnya Iblis meletakkan istananya di atas air, kemudian menyebar bala tentaranya, (setan) yang paling dekat kedudukannya dengannya adalah yang paling besar fitnahnya.” (HR. Muslim)
Ini tidak mengharuskan keyakinan bahwa Iblis tak pernah beranjak dari singgasananya. Yang jelas Iblis tidak pernah istirahat untuk membuat trik dan rekayasa untuk menyesatkan manusia. Hasan al-Bashri ditanya, “Apakah Iblis itu tidur?” Beliau menjawab, “Andai saja Iblis itu tidur, tentu kita bisa rehat.”
Itulah sekelumit tentang identitas musuh bebuyutan manusia. Tentang trik dan tipu dayanya, bisa Anda simak pada edisi-edisi mendatang, insya Allah. (Abu Umar A/Majalah Ar-Risalah)