Membangun Izzah Umat
KH Didin Hafidhuddin
Sungguh sangat luar biasa demonstrasi mendukung Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) untuk menjadi undang-undang pada hari Ahad 21 Mei 2006 yang lalu, baik dari sudut jumlahnya maupun dari ketertiban dan kelancarannya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah berhasil melakukan koordinasi kegiatan dengan para pimpinan seluruh orpol dan ormas Islam di Indonesia, para da’i, maupun para aktivis lainnya, termasuk para artis yang memiliki komitmen keislaman yang tinggi.
Lebih dari 98 organisasi Islam dengan berbagai macam atribut bergabung bersama dalam kegiatan akbar tersebut. Kita tinggal menunggu sikap dan pemenuhan janji yang disampaikan oleh Ketua DPR RI Agung Laksono yang disampaikan di depan massa demonstran pada hari tersebut. Demikian pula sikap Pansus RUU APP ini maupun para anggota DPR lainnya.
Hal yang penting, yang perlu kita renungkan dari peristiwa hari Ahad tersebut; dan terutama oleh MUI, pimpinan seluruh organisasi Islam di seluruh Indonesia, para da’i, dan para tokoh umat lainnya dalam rangka membangun izzah (harga diri) dan kekuatan umat antara lain sebagai berikut:
Pertama, Ketika kita menghadapi kemunkaran global dan perilaku buruk yang menghancurkan, seperti pornografi dan pornoaksi, kaum muslimin dan terutama para tokohnya harus berani tampil untuk menyuarakan aspirasi kebenaran yang menentang kemunkaran itu. Berbicara lantang dalam menyuarakan hak dan kebenaran merupakan sebuah keniscayaan, sekaligus perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS Al-Isra ayat 81: “Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” Juga sabda Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian (Hari Kiamat), maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian (Hari Kiamat), maka hormatilah tetangganya; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian (Hari Kiamat), maka muliakanlah tamunya.”
Berdiam diri ketika melihat kemunkaran, bahkan bersikap apatis atau masa bodoh, bukanlah sikap orang yang beriman. Apalagi jika dilakukan secara sadar dan sengaja untuk tidak berpihak kepada kebenaran, maka Nabi menganggapnya bukan orang Islam; sebagaimana sabdanya: “Barangsiapa yang tidak peduli terhadap urusan umat Islam, maka dia bukan termasuk golongan umat Islam.”
Kedua, Kesatuan dan ukhuwwah di antara kaum muslimin, terutama di antara para tokohnya, merupakan sebuah kebutuhan yang mutlak, di samping kewajiban agama. Izzah (harga diri) kaum muslimin hanya mungkin bisa ditegakkan manakala semua komponen umat mau mengeliminasi maupun memperkecil perbedaan-perbedaan yang ada dan menumbuhkan kesatuan dan persatuan. Amar ma’ruf nahyi munkar tidak mungkin bisa ditegakkan dengan baik, kecuali dengan kekuatan dan kebersamaan. Demikian pula menggerakkan potensi umat yang begitu banyak dan besar, seperti potensi SDM, potensi sumber alam dan potensi zakat, infaq dan sedekah (ZIS) yang begitu dahsyat, tidak mungkin bisa dilakukan kecuali dengan kekuatan berjamaah, sinergi dan ta’awun antara sesama kelompok kaum muslimin.
Allah SWT berfirman dalam QS At-Taubah ayat 71: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” Juga sabda Rasulullah SAW yang diriwayakan oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Musa: “Orang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti bangunan yang kokoh, yang satu sama lain saling menguatkan.”
Yang perlu kita sadari bersama, bahwa orang-orang kafir yang tidak ingin melihat umat Islam bangkit untuk membangun peradaban yang agung, mereka pun bersinergi membantu antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh ketika Israel maupun negara-negara lain yang mayoritas penduduknya non-Muslim; membangun reaktor nuklir, semua negara termasuk PBB mendiamkannya. Tetapi, ketika Irak yang mayoritas penduduknya Muslim, diduga membangun reaktor nuklir, mereka pun memerangi dan menghancurkannya secara bersama-sama. Padahal sampai saat ini pun tuduhan mereka sama sekali tidak bisa dibuktikan. Kini, ketika Iran membangun reaktor nuklir untuk kepentingan keilmuan dan perdamaian, mereka pun berusaha bersama-sama untuk menghambatnya. Demikian pula, ketika Hammas memenangkan pemilu di Palestina secara demokratis, mereka pun berusaha bersama-sama memboikot pemerintahan yang didirikan oleh Hammas tersebut. Andaikan yang memenangkan pemilu itu bukan Hammas, pasti mereka akan mendukungnya. Hammas dianggap bertentangan secara diametral dengan kepentingan mereka. Contoh lain yang lebih nyata adalah kasus penentang RUU APP yang sangat sedikit jumlahnya (minoritas), tetapi mereka bersatu padu dan didukung oleh kekuatan kapital dan media yang sangat banyak, seolah-olah mereka adalah merupakan kekuatan mayoritas. Sementara mayoritas yang mendukung, karena tidak memiliki kekuatan kapital dan media yang banyak dan kurang bersatu, seolah-olah merupakan kelompok minoritas.
Itulah sikap orang-orang yang tidak senang dengan kemajuan Islam dan umatnya. Di mana pun dan kapan pun mereka akan malakukannya secara bersama-sama. Ini adalah sebuah sunnatullah yang bersifat pasti dan tetap. Karena itu, kaum muslimin pun harus menghadapinya dengan kekuatan, kesatuan dan kebersamaan. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Anfal ayat 73: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” Juga firman-Nya dalam QS Al-Anfal ayat 46: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” Wallahu A’lam bi ash-Shawab
-Republikaonline-